Jakarta: Di era modern seperti sekarang, Sobat Medcom tak perlu repot-repot pergi ke toko untuk berbelanja. Hanya dengan memesan online, barang yang berasal dari luar negeri sekalipun akan sampai di rumah dalam beberapa hari.
Kemudahan ini tentunya tak bisa dirasakan pada zaman dahulu. Di masa lampau, perdagangan antarnegara bisa memakan waktu berbulan-bulan lantaran pedagang harus menempuh jalur panjang.
Lintasan perdagangan internasional paling ikonik kala itu adalah Jalur Sutra. Mengutip laman Zenius, jalur bernama lain Silk Road ini memiliki rute sepanjang 6.437 kilometer atau 4.000 mil. Medan jalur tersebut tentunya bukan berupa jalanan aspal seperti sekarang. Jadi terbayang, kan, betapa sulitnya berdagang di zaman dulu?
Bagaimana tanggapan kamu mengenai artikel ini?
Majalah alam asal Amerika, National Geographic, memperkirakan Jalur Sutra telah digunakan pedagang selama lebih dari 1.500 tahun. Lebih tepatnya, resmi beroperasi sejak zaman Dinasti Han sekitar 130 SM hingga akhirnya ditutup pada 1453 M.
Saat itu, Cina aktif berdagang dengan dunia Barat, terutama Yunani, Kekaisaran Romawi, dan Kekaisaran Kushan (di sekitar India). Sutra menjadi komoditi ekspor Cina yang sangat disukai belahan dunia Barat. Inilah yang menjadi alasan di balik penamaan Jalur Sutra.
Penamaan jalur ini dicetuskan seorang ahli geografi sekaligus penjelajah asal Jerman, Ferdinand von Richthofen. Dalam bukunya yang berjudul China (1877), dia menyebut lintasan itu sebagai die Seidenstrasse yang berarti Silk Road alias Jalur Sutra.
Meskipun nama jalur ini terinspirasi dari komoditi populer Cina, bukan berarti barang yang diperjualbelikan hanya kain sutra. Berbagai komoditas lain, seperti buah, sayur, hewan ternak, kulit hewan, peralatan, karya seni, barang keagamaan, batu mulia, metal, dan sebagainya juga turut diperdagangkan.
Tak cuma bertukar barang konkret, Jalur Sutra juga menjadi tempat pertukaran barang tak benda yang tidak ternilai harganya. Barang tersebut meliputi bahasa, budaya, agama, filosofi, dan ilmu pengetahuan.